Friday, April 7, 2017

Strategi Pembelajaran PDEODE dengan Menggunakan Praktikum Problem Solving

Strategi pembelajaran PDEODE
Strategi pembelajaran PDEODE pertama kali diusulkan oleh Kolari dan Ranne pada tahun 2003 dan pertama kali digunakan oleh Kolari pada tahun 2005 dalam pendidikan teknik. Strategi pembelajaran ini merupakan pengembangan dan modifikasi dari strategi pembelajaran POE yang diperkenalkan oleh White dan Gunston pada tahun 1995 dalam bukunya Probing Understanding (Mabout, 2006) yang mempunyai tiga tahapan. Tahapan pertama, siswa harus memprediksi atau membuat dugaan terhadap hasil dari suatu fenomena sains dan harus memberikan alasannya (Prediction). Tahapan kedua, melalui pengamatan ketika melakukan percobaan, siswa mengamati apa yang terjadi. Pada tahap ini menguji apakah prediksinya sesuai atau tidak (Observation). Dan tahapan ketiga, siswa memberi penjelasan tentang kesesuaian antara dugaan dengan yang sesungguhnya terjadi (Explain).
POE dinyatakan sebagai strategi yang efisien untuk memperoleh dan meningkatkan konsepsi sains peserta didik. Strategi ini mensyaratkan prediksi peserta didik atas prediksinya kemudian melakukan eksperimen untuk mencari tahu kecocokan prediksinya dan akhirnya peserta didik menjelaskan kecocokan atau ketidakcocokan antara hasil pengamatan dengan prediksinya. POE dapat membantu peserta didik mengeksplorasi dan meneguhkan gagasannya, khususnya pada tahap prediksi dan pemberian alasan. Tahap observasi dapat memberikan situasi konflik pada peserta didik berkenaan dengan prediksi awalnya, yang memungkinkan terjadinya rekonstruksi dan revisi gagasan awal. 
Dalam penelitian Kolari dan Ranne (2003), strategi pembelajaran PDEODE pertama kali dikenalkan dalam bentuk lembar kerja PDEODE yang bertujuan untuk menjawab pentingnya guru atau dosen memperoleh pengetahuan konsep siswa mereka. PDEODE dapat diterapkan ketika berhadapan dengan fenomena, demonstrasi, percobaan langsung dan masalah lainnya, antara lain digunakan dalam mengintensifkan dan menjelaskan proses pembelajaran. Menggunakan visualisasi dalam mengelusidasi abstraksi, membantu siswa untuk membentuk penggambaran visual dan membuat interpretasi visual dari makna konsep. Menggabungkan visualisasi dengan interaksi teman sebaya dan pembelajaran kooperatif sehingga menghasilkan sinergi yang baik. Strategi pembelajaran ini menciptakan suatu atmosfer atau suasana yang mendukung diskusi dan keragaman pandangan. 
Alur penerapan strategi PDEODE yang digunakan Kolari dan Ranne (2003) dapat dilihat pada Gambar berikut.

Berdasarkan Gambar di atas proses pembelajaran dengan model pembelajaran PDEODE dimulai dari siswa dapat meramalkan sendiri mengenai permasalahan yang diberikan dan memberikan penjelasan dalam mendasari hipotesis yang dibuat. Siswa bekerjasama dalam kelompok kecil untuk mendiskusikan hipotesis yang dibuat terkait permasalahan yang akan dipecahkan. Selanjutnya, guru dan siswa dalam masing-masing kelompok memperbaiki dan mengklarifikasi pemahaman melalui diskusi. Sebelum melakukan pengamatan, guru memberikan informasi kepada siswa mengenai apa yang akan diamati dan bagaimana melakukan pengamatan. Guru bersama siswa mengamati sesuatu yang relevan. 
Hal ini menimbulkan pertanyaan pada diri siswa mengenai apa yang mereka lihat, apa yang akan terjadi, dan mengapa hal itu bisa terjadi. Mereka akan menjawab pertanyaan tersebut dengan mengeksplorasi pengetahuan secara deduksi. Setelah melakukan pengamatan dan demonstrasi, siswa membuktikan hipotesis yang telah dibuat dengan pengamatan yang aktual. Mereka dapat memperbaiki konsep yang salah dengan konsep baru yang telah diperoleh. Pada tahap ini, informasi yang diperoleh siswa melalui analisis, perbandingan, pertentangan dan kritis, ini menunjukkan hal yang berbeda ketika diskusi dalam kelompok kecil. Terakhir semua pertentangan antara hasil pengamatan dan hipotesis dapat disinkronkan. 
Dalam penerapannya strategi pembelajaran PDEODE dirumuskan dalam enam langkah. Pada langkah pertama (Prediction), guru memperkenalkan suatu fenomena/permasalahan terkait dengan materi yang akan dibahas dan secara individu siswa akan meramalkan permasalahan yang diberikan dan menyatakan alasannya. Hipotesis yang dibuat berdasarkan pengetahuan awal yang mereka miliki. Masalah yang diberikan berkaitan dengan fenomena yang ada dalam kehidupan sehari-hari dan berlaku untuk semua siswa. 
Langkah kedua (Discuss), siswa dibagi menjadi beberapa kelompok kemudian masing-masing siswa dalam kelompoknya mendiskusikan fenomena yang diberikan. Pada tahapan ini masing-masing anggota kelompok saling menyampaikan pemikirannya, kemudian pendapat-pendapat tersebut dipadukan untuk menghasilkan pemecahan masalah terkait masalah yang diberikan. Siswa juga mencari bukti-bukti kebenaran hipotesis yang telah dibuat dari berbagai buku sumber yang terkait dengan fenomena yang harus dipecahkan oleh siswa. 
Langkah ketiga (Explain), Setelah masing-masing kelompok memperoleh alasan dari prediksi yang telah dibuat, maka tahap selanjutnya adalah meminta kelompok untuk menyampaikan hasil diskusinya. Pada tahap ini terjadi diskusi kelas antar kelompok yang memungkinkan timbulnya pendapat yang berbeda. Pendapat yang berbeda ini muncul dari perpaduan pemikiran siswa yang diperoleh saat diskusi. Pemikiran awal yang dimiliki siswa terkait dengan fenomena yang diberikan bisa saja bertentangan dengan konsep ilmiah sehingga menimbulkan miskonsepsi. Miskonsepsi inilah yang nantinya dapat membedakan hasil diskusi yang disampaikan oleh masing-masing kelompok. Dalam penyajian hasil diskusi kelompok, guru memilih beberapa kelompok untuk menyajikan hasil diskusinya di depan kelas. 
Langkah keempat (Observation), Pada tahap ini perbedaan pendapat yang muncul saat diskusi kelas pada tahap sebelumnya, mendorong pemikiran siswa untuk melakukan pengujian kebenaran dari hipotesis yang disampaikan dan kebenaran konsep yang diperoleh dari buku sumber melalui demonstrasi atau praktikum. Demonstrasi atau praktikum dilakukan oleh guru bersama masing-masing kelompok. Melalui demonstrasi atau praktikum ini akan memberikan sebuah kebenaran dari sebuah hipotesis yang telah diramalkan dan pendapat yang disampaikan oleh siswa. Selain itu, hasil demonstrasi atau praktikum ini juga dapat membenahi miskonsepsi yang dimiliki oleh siswa terkait materi yang dibahas. 
Langkah kelima (Discuss), siswa bersama kelompoknya selanjutnya mendiskusikan kembali tentang permasalahan yang diberikan berdasarkan hasil pengamatan selama pengamatan dengan hipotesis yang telah mereka ramalkan. Tahap ini memberikan pengetahuan yang baru bagi siswa bersama kelompoknya tentang kebenaran hipotesis yang mereka buat dari hasil demonstrasi atau praktikum. Selain itu, siswa juga dapat mengetahui dan membenahi kebenaran dari pemikiran yang telah mereka sampaikan sebelumnya. 
Langkah keenam (Explain), siswa mensinkronkan semua perbedaan antara hasil pengamatan dan prediksi yang telah dibuat. Siswa memperoleh penjelasan yang terbukti kebenarannya terkait permasalahan yang diberikan. Pada tahap ini, terjadi konstruksi pengetahuan dari pengetahuan yang sudah ada dengan pengetahuan yang baru yang diperoleh dari fenomena dalam kehidupan sehari-hari, diskusi antar kelompok, dan demonstrasi atau praktikum. 
Setelah diusulkan pertama kali oleh Kolari dan Ranne (2003) yang menunjukkan hasil bahwa strategi PDEODE memungkinkan siswa untuk menghubungkan antara konsep yang mereka pegang dengan gejala yang mereka temui di alam dan bahwa strategi ini dapat diterapkan ketika berhadapan dengan gejala, demonstrasi, eksperimen dan permasalahan lain serta siswa dapat berkomunikasi dengan siswa yang lain untuk mendiskusikan pendapat dan konflik, membuat prediksi, penafsiran dan penjelasan dalam membangun mengkonstruksi pengetahuan mereka, serta dapat membenahi miskonsepsi yang mereka miliki melalui diskusi dan demonstrasi dan kemudian digunakan oleh Kolari et al (2005) yang menunjukkan bahwa strategi ini memberikan kesempatan kepada siswa untuk mengemukakan pengetahuan awal mereka terkait materi yang diberikan, adanya kerjasama antar siswa selama diskusi berlangsung, adanya tukar pendapat antara siswa satu dengan siswa yang lain, adanya perubahan konseptual pada pengetahuan yang dimiliki oleh siswa, Costu (2008) juga menggunakan strategi pembelajaran ini pada salah satu sekolah menengah di Turki yang bertujuan untuk mengevaluasi efektifitas dari strategi pembelajaran PDEODE dalam membantu siswa untuk memahami situasi sehari-hari, yang dalam penelitiannya menggunakan konsep kondensasi dan menemukan bahwa strategi PDEODE efektif dalam membantu siswa memahami situasi sehari-hari dan mencapai pemahaman konsep yang lebih baik. 
Kemudian Costu (2009) kembali mengimplementasikan strategi pembelajaran PDEODE untuk meningkatkan perubahan konsep dan menginvestigasi efektivitasnya pada pemahaman konsep mahasiswa tahun pertama pada konsep evaporasi. Penelitian ini melaksanakan satu kali pretest dan dua kali post test. Perubahan konsep dilihat dari hasil pretest dan postest pertama. Kemudian hasil dua kali posttest dilihat untuk menentukan apakah strategi pembelajaran ini efektif untuk membuat mahasiswa mengingat konsep yang telah diterimanya atau tidak. Hasil penelitiannya menyatakan bahwa strategi pembelajaran juga membantu mahasiswa mencapai pemahaman konsep yang lebih baik, tetapi tidak bisa membuat mahasiswa mengingat konsep yang telah diterimanya untuk waktu yang lama. 
Di Indonesia sendiri, strategi pembelajaran PDEODE telah digunakan oleh beberapa peneliti dalam rangka untuk mereduksi miskonsepsi, yaitu Solichah et al (2014) yang melaksanakan penelitian SMPN 1 Glagah Lamongan pada materi unsur, senyawa, dan campuran. Hasil penelitiannya menunjukkan bahwa pembelajaran dengan strategi PDEODE mampu mereduksi miskonsepsi pada siswa untuk materi tersebut. Dan Sugiarti & Nasrudin (2015) yang melaksanakan penelitian di SMAN 1 Sumberrejo Bojonegoro pada materi laju reaksi kimia. Hasil penelitiannya menunjukkan bahwa miskonsepsi siswa antara sebelum dan sesudah diterapkannya model pembelajaran PDEODE terbimbing menunjukkan perbedaan yang sangat signifikan. Lain lagi dengan Wulandari (2013) yang menemukan bahwa PDEODE merupakan strategi belajar yang tepat selain untuk membenahi miskonsepsi juga sekaligus meningkatkan keterampilan berpikir kritis siswa.

Praktikum Problem Solving
Rustaman et al (2005) mengemukakan bahwa kegiatan praktikum merupakan bagian integral yang tidak terpisahkan dari kegiatan pembelajaran sains yang dibutuhkan untuk menunjang keberhasilan pembelajaran sains yang pada hakekatnya mencakup proses, produk dan sikap. Hal ini menunjukkan betapa pentingnya peranan kegiatan praktikum untuk mencapai tujuan pendidikan sains. Woolnough & Allsop (Rustaman et al, 2005) mengemukakan empat alasan mengenai pentingnya kegiatan praktikum sains. Pertama, praktikum membangkitkan motivasi belajar sains. Kedua, praktikum mengembangkan keterampilan dasar melakukan eksperimen. Ketiga, praktikum menjadi wahana belajar pendekatan ilmiah. Keempat, praktikum menunjang materi pembelajaran. 
Praktikum juga merupakan salah satu bagian dari wahana membelajarkan proses ilmiah dan sikap ilmiah (Wiyanto, 2008). Menurut Hudson (Insan, 2008) pelaksanaan praktikum dalam pembelajaran IPA memiliki tujuan antara lain: (1) membuat fenomena sains menjadi lebih nyata, (2) berlatih mencari suatu pemecahan masalah, (3) mendorong observasi dan eksplorasi yang akurat sehingga meningkatkan sikap disiplin, (4) membangun dan memelihara rasa ingin tahu terhadap materi pelajaran sains, (5) meningkatkan dan mengembangkan rasa percaya diri peserta didik sehingga dapat bekomunikasi dan bekerja dengan baik. 
Praktikum Problem Solving didesain dan dikembangkan di universitas Minnesota. Kegiatannya terintegrasi dengan pembelajaran. Tujuan dari praktikum Problem Solving dapat memungkinkan siswa untuk (1) Menghadapi prasangka mereka tentang bagaimana dunia bekerja. (2) Berlatih keterampilan pemecahan masalah mereka. (3) Belajar bagaimana menggunakan peralatan. (4) Belajar bagaimana merancang percobaan. (4) Mengamati suatu peristiwa yang tidak memiliki penjelasan yang mudah untuk mewujudkan pengetahuan baru yang dibutuhkan. (5) Memperoleh penghargaan dari kesulitan dan kegembiraan melakukan dan menafsirkan percobaan. (6) Pengalaman apa yang para ilmuwan nyata lakukan. (7) Bersenang-senang dengan melakukan sesuatu yang lebih aktif daripada duduk dan mendengarkan (Heller dan Heller, 1999). Hal ini juga sesuai dengan hasil penelitian Mustafit (2009) yang menyatakan bahwa kegiatan laboratorium berdasarkan Problem Solving laboratory dapat meningkatkan penguatan konsep fisika dasar dan keterampilan Problem Solving mahasiswa. Juga penelitian Basori (2010) yang menyatakan bahwa pembelajaran dengan model kegiatan laboratorium berbasis Problem Solving secara signifikan dapat lebih meningkatkan keterampilan proses sains dan pemahaman konsep siswa dibandingkan dengan pembelajaran dengan model kegiatan laboratorium Verifikasi. 
Perbedaan praktikum Problem Solving dengan Verifikasi adalah tidak adanya dasar teori dan langkah-langkah percobaan pada petunjuk praktikum yang akan dikembangkan. Peniadaan dasar teori didasarkan alasan untuk menegaskan bahwa kegitan praktikum ini merupakan bagian terintegrasi dengan pembelajaran. Teori yang mendasari praktikum dapat di gali sendiri oleh siswa melalui buku paket dan sumber lainnya. Oleh karena itu, adanya prediksi dan metode dimaksudkan untuk merangsang siswa menggali teori-teori secara mandiri. Peniadaan langkah-langkah praktikum yang mendetil dalam petunjuk praktikum memberikan keleluasaan kepada siswa untuk melatih kemampuan Problem Solvingnya. 
Petunjuk praktikum Problem Solving adalah sebagai berikut (1) Real world problem, pada tahap ini siswa diberikan permasalahan yang terjadi dalam kehidupan sehari-hari. (2) Equipment (peralatan), untuk dapat membuat prediksi tentang solusi untuk real world problem, siswa butuh pemahaman tentang alat dan bahan yang akan digunakannya dalam percobaan. Bagian ini berisi penjelasan tentang alat dan bahan yang diperlukan. (3) Prediction (prediksi), tahap ini siswa diarahkan untuk dapat memberikan prediksi mereka tentang alternatif solusi yang diharapkan dapat memecahkan masalah yang diberikan. (4) Method questions (pertanyaan metode), pertanyaan metode adalah serangkaian pertanyaan tentang prosedur yang dimaksudkan untuk membantu siswa memecahkan masalah dan juga membantu siswa berpikir tentang metode eksperimen untuk memecahkan masalah (misalnya, bagaimana menganalisis data dan atau hasil percobaan serta memandu melalui metode pemecahan masalah untuk memprediksi hubungan antara variabel dalam masalah. Pertanyaan-pertanyaan metode/arahan diberikan oleh guru kepada siswa supaya siswa dapat melakukan kegiatan eksplorasi dengan benar. (5) Exploration (eksplorasi), tahap ini, siswa menyelidiki tentang karakteristik peralatan dan yang akan digunakan dan bagaimana setting alat tersebut dalam praktikum. Siswa harus mengetahuinya supaya tidak terjadi kesalahan dalam pengukuran. (6) Measurement (pengukuran), tahap ini, siswa melakukan pengukuran. Jika peralatan tidak berfungsi dengan baik untuk berbagai variabel, siswa dapat memodifikasi rencana praktikumnya. (7) Analysis (analisis), tahap ini, siswa menganalisis data hasil pengukuran. Dan (8) Conclusion (kesimpulan), pada tahap ini setelah menganalisis data, siswa menjawab pertanyaan eksperimental. siswa akan memperoleh kesimpulan berupa suatu konsep yang utuh. 

Penerapan Strategi Pembelajaran PDEODE dengan Menggunakan Praktikum Problem Solving 
Dari berbagai hasil penelitian yang dipaparkan sebelumnya, secara umum, strategi pembelajaran PDEODE dapat digunakan untuk membantu siswa mencapai pemahaman konsep yang lebih baik dan mengembangkan keterampilan berpikir kritis. Dan kegiatan praktikum Problem Solving dapat melengkapi penerapan strategi pembelajaran karena langkah-langkah praktikum juga dapat mengembangkan keterampilan berpikir. Pemahaman konsep dan keterampilan berpikir ini sudah seharusnya dikembangkan sejak awal, yaitu sejak sekolah menengah pertama. Hal ini dikarenakan pemahaman yang didapatnya saat itu mempengaruhi jenjang sekolah selanjutnya. Salah satu tuntutan kurikulum adalah bahwa pembelajaran dapat meningkatkan hasil belajar ranah kognitif siswa.
Penerapan strategi pembelajaran PDEODE dengan menggunakan praktikum Problem Solving dapat dilakukan dengan tahapan-tahapan berikut ini, yaitu (1) Memprediksi (Prediction), pada tahap ini, guru memperkenalkan suatu fenomena/permasalahan terkait dengan materi yang akan dibahas. Secara individu siswa akan meramalkan permasalahan yang diberikan dan menyatakan alasannya. Hipotesis yang dibuat berdasarkan pengetahuan awal yang mereka miliki. Masalah yang diberikan berkaitan dengan fenomena yang ada dalam kehidupan sehari-hari dan berlaku untuk semua siswa. (2) Diskusi I (Discuss I), pada tahap ini guru membagi siswa menjadi beberapa kelompok kemudian masing-masing siswa dalam kelompoknya mendiskusikan fenomena yang diberikan. Pada tahapan ini masing-masing anggota kelompok saling menyampaikan pemikirannya, kemudian pendapat-pendapat tersebut dipadukan untuk menghasilkan pemecahan masalah terkait masalah yang diberikan. Siswa juga mencari bukti-bukti kebenaran hipotesis yang telah dibuat dari berbagai buku sumber yang terkait dengan fenomena yang harus dipecahkan oleh siswa. (3) Menjelaskan I (Explain I), setelah masing-masing kelompok memperoleh alasan dari prediksi yang telah dibuat, maka tahap selanjutnya adalah meminta kelompok untuk menyampaikan hasil diskusinya. Pada tahap ini terjadi diskusi kelas antar kelompok yang memungkinkan timbulnya pendapat yang berbeda. Pendapat yang berbeda ini muncul dari perpaduan pemikiran siswa yang diperoleh saat diskusi. Pemikiran awal yang dimiliki siswa terkait dengan fenomena yang diberikan bisa saja bertentangan dengan konsep ilmiah sehingga menimbulkan miskonsepsi. Miskonsepsi inilah yang nantinya dapat membedakan hasil diskusi yang disampaikan oleh masing-masing kelompok. Dalam penyajian hasil diskusi kelompok, guru memilih beberapa kelompok untuk menyajikan hasil diskusinya di depan kelas. (4) Observasi (Observe), perbedaan pendapat yang muncul saat diskusi kelas pada tahap sebelumnya ini, mendorong pemikiran siswa untuk melakukan pengujian kebenaran dari hipotesis yang disampaikan dan kebenaran konsep yang diperoleh dari buku sumber melalui praktikum. Praktikum yang dilakukan oleh guru bersama masing-masing kelompok adalah praktikum Problem Solving. (5) Diskusi II (Discuss II), setelah melakukan pengamatan, siswa bersama kelompoknya selanjutnya mendiskusikan kembali tentang permasalahan yang diberikan berdasarkan hasil pengamatan selama observe dengan hipotesis yang telah mereka ramalkan. Tahap ini memberikan pengetahuan yang baru bagi siswa bersama kelompoknya tentang kebenaran hipotesis yang mereka buat dari hasil demonstrasi atau praktikum. Selain itu, siswa juga dapat mengetahui dan membenahi kebenaran dari pemikiran yang telah mereka sampaikan sebelumnya. (6) Menjelaskan II (Explain II), pada tahap ini, siswa mensinkronkan semua perbedaan antara hasil pengamatan dan prediksi yang telah dibuat. Siswa memperoleh penjelasan yang terbukti kebenarannya terkait permasalahan yang diberikan. Pada tahap ini, terjadi konstruksi pengetahuan dari pengetahuan yang sudah ada dengan pengetahuan yang baru yang diperoleh dari fenomena dalam kehidupan sehari-hari, diskusi antar kelompok, dan demonstrasi atau praktikum. 

No comments:

Post a Comment

Featured Post

Belajar Menerima Teori Flat-Earth sebagai Kebenaran Baru

Belum lama ini saya mendapatkan kiriman dari seorang teman dunia maya mengenai flat-earth. Ah, untuk yang satu itu kok sulit bagi saya untuk...